seputar Paskah

CORPUS CHRISTI (Tubuh Kristus)
Kematian Yesus di Kayu Salib
(ditinjau dari Anthropologi)
            Apabila kita membaca dalam Injil rangkaian sengsara Yesus, kita tahu bahwa sengsara itu sudah dimulai pada saat perjamuan terakhir dengan murid-murid-Nya. Pada saat Yesus berdoa di taman Getsemani dan menyadari segala penderitaan yang akan dialami, sebagai manusia Yesus mengalami tekanan batin yang sangat berat, kemudian penyiksaan yang harus ditanggung selama pengadilan dan puncaknya adalah derita penyaliban yang harus dijalani. Seorang doctor menggambarkan semua penderitaan Yesus itu dengan menyebutnya a symphony of Pain.
            Ayat-ayat Alkitab yang menceritakan tentang kematian Yesus adalah Mat 27:45-56, Mrk 15:33-41, Luk 23:44-49 dan Yoh 19:28-30. Walaupun ada perbedaan, namun sebagian besar pengarang Injil menuliskan bahwa mulai jam 12.00 langit gelap sampai jam 15.00 saat Yesus wafat di kayu salib. Perbedaan lain adalah mengenai detik-detik terakhir Yesus di salib, dan juga pembuktian kematian Yesus.
            Detik-detik kematian Yesus dibarengi dengan perubahan alam, kegelepan meliputi seluruh daerah itu yang berlangsung jam 3. Pada saat itu juga Yesus berseru dengan suara nyaring: Eli Eli Lama sabakhtani (Allahku, Allahku mengapa engkau meninggalkan Aku? Kemudian untuk yang kedua kalinya Yesus berseru menyerahkan nyawa-Nya. Pada Injil Yohanes 19:34 dijelaskan juga bahwa untuk memastikan kematian Yesus, prajurit menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalirlah darah dan air.

TINJAUAN MEDIS PENYEBAB KEMATIAN YESUS
            Pada umumnya, kematian seseorang di kayu salib terjadi setelah 3 hari dalam penyaliban, tetapi berdasarkan pada tulisan Alkitab, Yesus hanya dapat bertahan 3 sampai 6 jam di kayu salib. Ada beberapa pendapat tentang penyebab kematian Yesus tersebut, diantaranya adalah karena dehidrasi (kekurangan cairan dalam tubuh) dan gagal jantung, kehabisan darah dan sesak nafas (asfiksia). Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengungkap tentang penyebab kematian Kristus, namun masih sangat sulit menguak misteri ini,karena memang penelitian yang dilakukan umumnya tidak sesuai dengan kondisi yang digambarkan Alkitab. Misalkan: dalam penelitian telapak tangan tidak di paku, tetapi hanya diikat, kemudian tangan di tekuk keatas dan tidak direntangkan 90 derajat (sangat tidak relevan dengan isi Alkitab). Sebenarnya penelitian sudah dilakukan sejak tahun 1805, tetapi pada abad 19 disampaikan pemecahan klasik yang diterima secara universal, bahwa penyebab kematian Yesus adalah karena pecahnya jantung. Namun dengan kemajuannya bidang kedokteran membuktikan bahwa kematian seseorang karena pecahnya jantung tidak terjadi karena kecemasan atau ketegangan mental yang seperti Yesus derita, tetapi dampak dari kondisi syaraf jantung yang sakit. Sehingga lama-kelamaan teori ini ditinggalkan. Seiring dengan perkembangan ilmu medis maka mulai dapat di reka-reka kemungkinan-kemungkinan penyebab utama kematian Yesus.
            Namun demikian terlepas dari kontroversi dan pembuktian ilmiah yang masih terus diupayakan, ada sedikit titik terang gambaran tentang kemungkinan kematian Yesus di kayu salib. Bahwa lemahnya kondisi Yesus, dimulai saat Yesus mengalami tekanan psikologis yang sangat hebat, setelah perjamuan terakhir dengan murid-murid-Nya, saat Yesus berdoa di taman Getsemani. Lukas 22:44 menceriterakan bahwa Yesus meneteskan keringat darah. Di dalam ilmu medis kondisi ini dikenal dengan hematidrosis , ini terjadi kaena tekanan psikologis yang sangat hebat akan menyebabkan terlepasnya zat-zat kimia yang dapat memecahkan kapiler-kapiler dalam kelenjar keringat, sehingga keringat akan keluar disertai darah.
            Setelah mengalami tekanan psikologis yang sangat berat, Yesus harus menanggung penyiksaan dengan cambuk yang menggunakan cemeti dari kepang tali kulit dengan bola-bola logam yang dijalin di dalamnya, sehingga dapat kita bayangkan luka yang ditanggung oleh Yesus akibat dari pencambukan itu. Ada yang memperkirakan pencambukan dilakukan sebanyak 39 kali, tetapi ada juga yang mengatakan 242 kali, yang menyebabkan 726 luka di sekujur tubuh Yesus, namun karena tidak dikenai pada bagian-bagian yang vital, sehingga tidak menyebabkan kematian, namun akibatnya akan mengalami kesakitan yang sangat hebat di sekujur tubuhnya  dan akan kehilangan sejumlah besar darah. Kondisi ini yang disebut dengan hipovolemik, penderitaan ini menjadi bertambah karena Yesus harus memikul salib juga (patibulum/batang horizontal 34-57 kg dan stake/stipes yakni batang vertikal 79-102kg jadi total beratnya sekitar 136kg). kondisi mengerikan dari pemikulan inilah yang menyebabkan kondisi Yesus sudah kritis sebelum disalibkan dan mempercepat kematian-Nya di kayu salib.
Penderitaan akibat Penyaliban
            Saat kedua tangan Yesus di paku pada batang salib menggunakan paku yang panjangnya 5-7 inchi, paku ini menembus pergelangan tangan dan akan menembus urat syaraf ulna (urat syaraf tengah yang menuju ke tangan). Demikian juga yang terjadi dengan kedua kakinya, dan bisa dibayangkan penderitaan-Nya dan tidak terkatakan sakitnya.
            Tahun 1950 seorang dokter perancis melakukan penelitian terhadap serdadu-derdadu Austria dan Jerman (1914-1918), yang digantung dengan kedua tangannya diikat pada tiang, mereka mengalami Afiksiasi (sesak nafas, karena kurang oksigen dalam darah). Penelitian ini yang sampai saat ini masih digunakan untuk menjelaskan kemungkinan penyebab utama kematian Yesus dan apabila kita terapkan pada kondisi Yesus pada saat di salib, maka dapat kita rasakan Yesus dengan otot-otot dada terentang, akan segera mengalami kesulitan bernafas. Berat tubuh-Nya akan menyebabkan badan-Nya tertelungkup ke bawah, kehabisan darah dan kelelahan. Jika pergelangan tangan dan kaki diikat pada salib, secra refleks Yesus akan menggeser berat badan dari lengan ke kaki. Ia akan berusaha menarik nafas dengan membuat seluruh tubuh-Nya bersandar pada tangan yang ditembus paku dan dengan demikian dapat mengangkat diri-Nya untuk bernafas. Untuk menghembuskan nafas, Yesus harus mendorong kedua kaki-Nya agar tekanan pada otot-otot dapat dihilangkan, dan ketika melakukan itu maka yang terjadi adalah paku yang menancap di kakinya akan semakin merobek kakinya sampai pada akhirnya berhenti sampai pada tulang tumitnya. Demikian kejdian ini berulang-ulang yang membuat kelelahan sampai tidak mampu lagi mengangkat diri dan bernafas lagi. Kematian-Nya juga dipercepat dengan penderitaan akibat gesekan pada punggung yang terluka pada kayu salib yang kasar, dan mengakibatkan banyak kehilangan darah. Paru-paru yang tidak terisi penuh pun akan terisi oleh karbondioksida, sehingga menyebabkan kejang-kejang, belum lagi ditambah dengan masalah peredaran darah yang tidak lancar, dan keluarnya keringat yang menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan dalam tubuh).
            Ketika nafas Yesus semakin perlahan maka akan mengalami asidosis pernafasan yakni karbondioksida dalam darah larut sebagai asam karbonik, menyebabkan tingkat keasaman dalam tubuh meningkat, sehingga detak jantung tak beraturan. Dengan kondisi ini Yesus berada pada saat kematian-Nya. Pada saat inilah Yesus berseru “Eli, Eli, lama sabakhtani?” (Mat  27:46), dan beberapa saat kemudian Yesus berseru “ya Bapa kedalam tangan-Mu Kuserahkan Nyaw-Ku” (Luk 23:46)
            Di dalam Injil Yohanes 19:34 tertulis, seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air. Keguncangan karena kehilangan sejumlah besar darah serta jantung yang berdebar-debar terus-menerus, menyebabkan kegagalan jantung serta berkumpulnya cairan dalam membran-membran di sekitar jantung dan juga sekitar paru-paru. Pada saat para serdadu Roma datang dan menusukkan sebuah tombak ke pinggang kanan Yesus untuk memastikan bahwa Yesus sudah wafat dan tombak itu menembus paru-paru kemudian jantung, sejumlah cairan dari membran-membran sekitar jantung dan paru-paru keluar dan diikuti banyak darah.
Penutup
            Sedemikian menderita-Nya dan tragis apa yang dialami Yesus pada masa sebelum penyaliban dan ketika Dia disalibkan. Benar-benar sebuah penderitaan yang tidak bisa terkatakan dengan apapu. Tapi Yesus dalam kemanusiaan-Nya mau melakukan hal itu hanya untuk kita Manusia dan untuk merekonsiliasi hubungan kita manusia yang telah rusak dengan Allah, dan kematian Yesus memperbaiki keadaan itu dan kita bisa dekat dengan Allah tentunya melalui Yesus. Kita sudah begitu tahu bagaimana penderitaan yang dialami Yesus untuk kita Manusia, dan kita juga seharusnya merespon kasih yang Sempurna itu denga memuliakan Dia dalam kehidupan kita yang semua adalah Karunia-Nya, hanya dari Dia.

Seminar pra Perayaan Paskah

Fakultas Teologi UKDW Yogyakarta [31 maret 2011]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

coklat dan bunga di Valentine

Kekecewaan yang berdampak BURUK

Si Conanwati