my lovely father


I have a sad story that make me change...
I want to share for all of my friends
bulan Juli tahun 2002 adalah menjadi tahun yang gak pernah kuharapkan hadir dalam hidupku. Waktu itu adalah libur kenaikan kelas yang menyenangkan. abangku naik kelas 2 SMA  aku kelas 2 smp dan adikku baru lulus SD dan mau masuk SMP. akhir bulan juni kami merencanakan untuk jalan2 ke jogja tempat papaku kuliah teologi (untuk jadi pendeta). kami berangkat kejakarta dulu, aku, mama, dan adikku berangkat duluan dan disusul papaku di awal juli (tepat ulang tahun adikku) kami belum pernah bertemu stelah terakhir berpelukan dengan hangat di Medan sebelum take off. pada tanggal 7 juli adalah puncak dari segala hal terburuk yang pernah aku alami dalam kehidupanku. saat sekeluarga kami berpisah-pisah ( mamaku ada acara keluarga yang di Cirebon, aku dan adikku ikut acara keluarga kami yang di bandung, papaku waktu itu ada di Malang jawa timur untuk seminar pendeta2 se indonesia kalau gak salah, kemudian abangku tinggal di pematangsiantar kediaman kami) menjelang malam dan tepat saat mata ingin mengisstirahatkan semua kelelahan, terdngar teriakan yang merusak peredaran darah. kakak dari papaku menjerit histeris dan mengalahkan suara curahan hujan di bandung waktu itu. beritanya juga membuat aku dan adikku tak tau berkata apa dengan pribadi kami yang masih kecil ketika mendengar bahwa isi berita itu adalah cerita tentang meniggalnya ayah yang kami sayangi dalam hidup kami. aku sendiri tak dapat meneteskan air mata dan seperti halnya orang lain, aku hanya bisa terdiam dan berkata "gak mungkin kan Tuhan? papaku pasti masih hidup, papaku pasti masih melengkungkan bibirnya"
dengan kekosongan yang kurasakan kmi langsung balik jakarta dan ternyata Mamaku lebih histeris lagi dan besok paginya langsung pulang ke sumatera. tangis isak terus mengisi ruang di telingaku dan berhamburan dari rumah tempat kami tinggal. setelah itu kami langsung beli tiket pulang, kami berangkat bersamaan deng jenazah ayahku tapi beda peswat.....
sampai di polonia Medan kami sudah bersama dengan jenazah orang yang menjadi pedoman hidupku di dalam ambulance menuju rumah kami, baik di pesawat dan di ambulance, aku berusaha menghibur adikku yang masih kecil yang baru lulus SD. aku tidak bisa melihat dia menangis....
sesampainya di depan rumah semua seakan dikomandoi oleh dirigen dengan riak tangis yang membuat suasana sekitar rumah hingar bingar di tengah malam ( kami sampai pukul OO.OO) air mata seakan bermuara ke peti mati ayahku yang terkasih. kini tidak ada lagi sosok pendeta yang jadi panutan keluarga dan banyak orang yang mengenalnya....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

coklat dan bunga di Valentine

Kekecewaan yang berdampak BURUK

Si Conanwati